DISTRIBUSI
PENDAPATAN DI INDONESIA
Di negara Indonesia ini secara
grafis dan klimatogis merupakan negara yang mempunyai potensi ekonomi yang
sangat tinggi. Dengan garis pantai yang terluas di dunia, iklim yang
memungkinkan untuk pendayagunaan lahan sepanjaang tahun, hutan dan kandungan
bumi Indonesia yang sangat kaya, merupakan bahan yang utama untuk membuat
negara kita menjadi kaya. Suatu perencanaan yang bagus yang mampu memanfaatkan
semua bahan baku tersebut secara optimal, akan mampu mengantarkan negara
Indonesia menjadi negara yang makmur akan hasil pertaniannya dan hasil
rempah-rempahnya. Ini terlihat dari hasil Pelita III sampai dengan Pelita V
yang dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% - 8% membuat Indonesia menjadi
salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan penduduk yang
tinggi.
Dalam distribusi pendapatan
baik antarkelompok berpendapatan, antardaerah perkotaan dan daerah pedesaan,
atau antarkawasan dan propinsi dan kemiskinan merupakan dua masalah yang masih
mewarnai perekonomian Indonesia
Pada awal pemerintahan orde baru, perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia
masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud dengan trickle down effect akan
terjadi. Oleh karena itu, strategi pembangunan diterapkan oleh pemerintah pada
awal periode orde baru hingga akhir tahun 1970-an terpusatkan pada pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pusat pembangunan
dimulai di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, karena fasilitas seperti
infrastruktur lebih tersedia dibandingkan dipropinsi lainnya di Indonesia dan
di beberapa propinsi hanya dibeberapa sector saja yang bisa dengan cepat
memberi pertumbuhan misalnya sector primer dan industri berat.
Setelah sepuluh tahun pelita I dimulai, mulai kelihatan bahwa efek yang
dimaksud itu mungkin tidak dapat dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses
mengalir kebawahnya sangat lamban. Sebagai akibatnya, Indonesia menikmati laju
pertumbuhan yang relatif tinggi, tetapi pada waktu yang bersamaan tingkat
kesenjangan semakin membesar dan jumlah orang miskin semakin banyak. Tepatnya
setelah pelita III, strategi pembangunan mulai diubah. Tidak hanya pertumbuhan
tetapi juga kesejahteraan masyarakat, tidak hanya dijawa, tetapi juga diluar
jawa, menjadi kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri
yang padat karya dan sector pertanian . hingga saat ini sudah banyak program
pemerintah yang berorientasi mengurangi kemiskinan, seperti inpres pedesaan,
transmigrasi, dan masih banyak lagi.
Masalah kesenjangan ekonomi (pendapatan) dan kemiskinan di Indonesia akan
dibahas. Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan kemiskinan tetap ada
ditanah air walaupun pembangunan ekonomi berjalan terus dan Indonesia memiliki
laju pertumbuhan yang relatif tinggi.
Keberhasilan pembangunan di
Indonesia tidak hanya di ukur dari peningkatan pendapatan penduduk secara
agregat atau per capital, tetapi juga (justru lebih penting lagi) di lihat dari
distribusi peningkatan pendapatan tersebut terhadap semua anggota masyarakat.
Sekarang ini, tingkat pendapatan per kapital di Indonesia sudah lebih jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, yakni sekitar US$880. namun, apa
artinya jika 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang manikmati 90% dari
jumlah pendapatan nasional, sedangkan sisanya (90%) hanya menikmati 10&
dari pendapatan nasional selama ini hanya di nikmati oleh kelompok 10%
tersebut, sedangkan pendapatan kelompok 90% tidak mengalami perbaikan yang
berarti. Jadi dalam kata lain, pembangunan ekonomi di Indonesia akan dikatakan
berhasil sepenuhnya bila tingkat kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat
miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil
Sejak akhir tahun 1970-an, pemerintah maulai memperliatkan kesugguhan dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk ditanah air. Sejak itu aspek
pemerataan dalam triologi pembangunan semakin ditekankan dan didefinisikan
dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program pemerintahan hingga saat
ini yang mecerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijakan yang
mendukung pembangunan industri kecil dan rumah tangga serta koperasi, khususnya
dipedesaan, inpres desa tertinggal (IDT), program keluarga sejahtera, program
keluarga berencana (KB), program maka tambahan bagi anak sekolah dasar, program
transmigrasi, peningkatan upah minimum regional (UMR), dan masih banyak lagi.
Menurut kriteria Bank Dunia, secara umum tingkat kesenjangan dalam distibusi
pendapatan di Indonesia selama kurun waktu 1984-1993 tergolong rendah, baik
didaerah pedesaan maupun daerah perkotaan yang ditunjukan oleh
besarnyapersentase pendapatan yang dinikmati oleh kelompok penduduk 40%
berpenghasilan rendah. Bagi kelompok penduduk 20% berpendapatan tinggi, besar
pendapatanya yang diterima justru mengalami penurunan. Penurunan pangsa
pendapatan ini karena laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 40%
berpendapat rendah dan 40% berpendapat menengah lebih besar dari pada laju
pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 20% berpendapat tinggi.
KEMISKINAN
kemiskinan
merupakan salah satu masalah ekonomi Indonesia yang serius maka tidak
mengherankan kalau banya studi telah dilakukan mengenai kemiskinan tanah air.
Sayangnya, pendekatan yang dipakai antarstudi yang ada pada umumnya berbeda dan
batas miskin yang digunakan juga beragam sehingga hasil atau gambaran mengenai
kemiskinan di Indonesia juga berbeda. Kemiskinan relatif dapat diukur dengan
kurva Lorentz dan atau koefesien gini. Sedangkan kemiskinan absolute lebih
sulit untuk di ukur, terutama pada waktu membandingkan tingkat kemiskinan
antarpropinsi atau daerah.
MENURUT
PARA AHLI, KEMISKINAN ADALAH :
1. Menurut
Sallatang (1986) kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan
pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau
ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial.
2. Menurut
Esmara (1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan
sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena
kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang layak.
3. Menurut
Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan
serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan,
papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya.
4. Menurut
Badan Pusat Statistik (2000), kemiskinan
didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320
kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan
5. Poli
(1993) menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan
ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya
kualitas perumahan dan aset-aset produktif, ketidakmampuan memelihara kesehatan
yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial
(anti-social behavior), kurangnya dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan
yang baik, kurangnya infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan
keterpisahan.
6. Bappenas
dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan juga
mendefinisikan masalah kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi
juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik
laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin
7. SPECKER
(1993) mengatakan bahwa kemiskinan mencakup beberapa hal
yaitu:
·
Kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal
·
Gangguan dan tingginya risiko kesehatan
·
Resiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi
dan lingkungannya,
·
Kekurangan pendapatan yang mengakibatkan tidak bisa
hidup layak
·
Kekurangan dalam kehidupan sosial yang dapat
ditunjukkan oleh ketersisihan sosial, ketersisihan dalam proses politik, dan
kualitas pendidik yang rendah.
Ukuran Kemiskinan
1. Kemiskinan Absolut
Konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan
pendapatan dan
kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada
kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar ( basic need ).
Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu :
a. Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar.
b. Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih
tinggi.
2. Kemiskinan Relatif
Menurut Kincaid ( 1975 ) semakin besar ketimpang
antara tingkat hidup orang kaya dan miskin maka semakin besar jumlah
penduduk yang selalu miskin.
Faktor-faktor Penyebab
kemiskinan
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kemiskinan baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu :
• Tingkat kemiskinan cukup banyak.
• Mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (
produktivitas tenaga kerja ).
• Tingkat inflasi.
• Tinggat Infestasi.
• Alokasi serta kualitas sumber daya alam.
• Tingkat dan jenis pendidikan.
• Etos kerja dan motivasi pekerja.
Faktor penyebab kemiskinan,
faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan
kemiskinan. Sebagai contoh sering dikatakan bahwa salah satu penyebab
kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Seseorang dengan tingkat
pendidikan hanya SD, misalnya sangat sulit mendapatkan pekerjaan terutama dalam
sektor modern , (formal) dengan pendapatan yang baik. Berarti penyebab
kemiskinan bukan hanya pendidikan yang rendah, tetapi tingkat gaji/upah yang
berbeda.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah faktor yang dapat dipengaruhi, langsung
maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan
laju pertumbuhan output (atau produktifitas), tingkat upah neto, distribusi
pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia, inflasi, pajak dan
subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, penggunaan
teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam disuatu
wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga
politik, bencana alam, dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar faktor
tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya dari pekerja yang
bersangkutan sehingga produktivitasnya menurun. Produktifitas menurun
selanjutnya dapat mengakibatkan tingkat upah netonya berkurang, dan seterusnya.
Jadi, dalam kasus ini, tidak mudah untukmemastikan apakah karena pajak naik
atau produktifitasnya yang turun membuat pekerja tersebut menjadi miskin karena
upah netonya menjadi rendah.
Sumber :