KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur
atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulisan dapat menyelesaikan tugas softskill ini. Tugas
ini disusun guna melengkapi syarat-syarat untuk mendapatkan gelar sarjana muda
pada Universitas Gunadarma. Adapun judul penulisan ilmiah ini yang penulis
susun adalah : Analisis Kasus Mulyana W. Kusuma.
Penulis berharap para pembaca
bersedia untuk memberikan kritik dan saran untuk dapat menambah pengetahuan
penulis dan demi terciptanya suatu laporan yang baik.
Akhir kata penulis harapkan semoga
penulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
Jakarta, April 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam suatu audit atas laporan keuangan,
auditor harus berinteraksi dan menjalin hubungan profesional tidak hanya dengan
manajemen tetapi juga dengan dewan komisaris dan komite audit, auditor intern,
dan pemegang saham. Selama audit berlangsung, auditor harus sering berhubungan
atau berinteraksi dengan manajemen untuk mendapatkan bukti yang diperlukan dan
biasanya auditor akan meminta data perusahaan yang bersifat rahasia. Sikap
auditor adalah mengakui perlunya penilaian yang obyektif atas kondisi yang
diselidiki dan bukti yang diperoleh selama audit berlangsung. Hal ini
dilakukan auditor agar laporan keuangan perusahaan
yang diaudit dapat dihandalkan dan manajemen juga akan mendapat keyakinan
dan kepercayaan dari pihak luar bahwa manajemen telah melakukan tanggung
jawabnya dengan baik . Kualitas audit sebagai kemungkinan bahwa auditor akan
menemukan dan melaporkan pelanggaran dalam sistem
akuntansi klien. Temuan pelanggaran mengukur kualitas
audit berkaitan dengan pengetahuan dan
keahlian auditor. Sedangkan pelaporan pelanggaran
tergantung kepada dorongan auditor untuk
mengungkapkan pelanggaran tersebut.
Dorongan ini akan tergantung pada indepedensi yang dimiliki auditor
tersebut. Oleh karena itu, auditor harus meningkatkan kinerjanya agar dapat
menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan.
Guna peningkatan kinerja, hendaknya auditor memiliki sikap profesional dalam
melaksanakan audit atas laporan keuangan.
Pada saat perusahaan public menerbitkan
laporan keuangannya, sesungguhnya perusahaan tersebut ingin menggambarkan
kondisinya dalam keadaan yang terbaik. Laporan keuangan
menyajikan informasi lebih dari sekedar
angka- angka karena seharusnya mencakup informasi yang menyangkut posisi
keuangan dan kinerja perusahaan yang berguna untuk
pengambilan keputusan ekonomi. Hal ini dapat
menimbulkan potensi kecurangan pada laporan
keuangan yang akan menyesatkan investor dan
pengguna laporan keuangan yang lain. Ketika
terdapat salah saji material dalam laporan keuangan, maka informasi tersebut
menjadi tidak relevan untuk dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan karena
analisis yang dilakukan tidak berdasarkan informasi yang sebenarnya.
Berdasarkan uraian-uraian
diatas maka penelitian ini mengangkat tema
dengan judul “Analisiis Kasus Penyuapan Mulyana W. Kusuma.”
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka
penuliis mengidentifikasikan permasalahan dalam penulisan ilmiah ini sebagai
berikut:
1. Bagaimana opini penulis terhadap masalah yang
terjadi pada kasus penyuapan oleh Mulyana W. Kusuma ?
2. Bagaimana analisis dan solusi
penulis mengenai masalah yang terjadi pada kasus penyuapan oleh Mulyana W.
Kusuma ?
1.2.2 Batasan Masalah
Penulis hanya membahas kasus Mulyana
W. Kusuma pada tahun 2004.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui opini penulis
terhadap masalah yang terjadi pada kasus penyuapan oloeh Mulyana W. Kusuma.
2. Untuk mengetahui analisis dan
solusi penulis mengenai masalah yang terjadi pada kasus penyuapan oleh Mulyana
W. Kusuma.
Bab II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Etika
Etika (umum) didefinisikan sebagai
perangkat prinsip moral atau nilai. Dengan kata lain, etika merupakan ilmu yang
membahas dan mengkaji nilai dan norma moral. Etika (luas) berarti keseluruhan
norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui
bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya.Etika (sempit) berarti
seperangkat nilai atau prinsip moral yang berfungsi sebagai panduan untuk
berbuat, bertindak atau berperilaku. Karena berfungsi sebagai panduan, prinsip-prinsip
moral tersebut juga berfungsi sebagai kriteria untuk menilai benar/salahnya
perbuatan/perilaku.
2.2 Kode Etik
Pengertian Kode etik adalah
nilai-nilai, norma-norma, atau kaidah-kaidah untuk mengatur perilaku moral dari
suatu profesi melalui ketentuan-ketentuan tertulis yg harus dipenuhi dan
ditaati setiap anggota profesi.
Isi Kode Etik
• Karena
kode etik merupakan wujud dari komitmen moral organisasi, maka kode etik harus
berisi :
–
mengenai apa yang boleh dan
– apa
yang tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi,
– apa
yang harus didahulukan dan
– apa
yang boleh dikorbankan oleh profesi ketika menghadapi situasi konflik atau
dilematis,
– tujuan
dan cita-cita luhur profesi, dan
– bahkan
sanksi yang akan dikenakan kepada anggota profesi yang melanggar kode etik.
2.3 Peranan Etika dalam Profesi
Auditor
Audit membutuhkan pengabdian yang
besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk
memperoleh jasa para auditor publik dengan standar kualitas yang tinggi,
dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri.
Itulah sebabnya profesi auditor
menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh
para auditor dalam melaksanakan audit
Standar etika diperlukan bagi
profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan
menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
Kode etik atau aturan etika profesi
audit menyediakan panduan bagi para auditor profesional dalam mempertahankan diri
dari godaan dan dalam mengambil keputusan-keputusan sulit. Jika auditor tunduk
pada tekanan atau permintaan tersebut, maka telah terjadi pelanggaran terhadap
komitmen pada prinsip-prinsip etika yang dianut oleh profesi.
Oleh karena itu, seorang auditor harus
selalu memupuk dan menjaga kewaspadaannya agar tidak mudah takluk pada godaan
dan tekanan yang membawanya ke dalam pelanggaran prinsip-prinsip etika secara
umum dan etika profesi. etis yang tinggi; mampu mengenali situasi-situasi yang
mengandung isu-isu etis sehingga memungkinkannya untuk mengambil keputusan atau
tindakan yang tepat.
2.4 Pentingnya Nilai-Nilai Etika
dalam Auditing
Beragam masalah etis berkaitan
langsung maupun tidak langsung dengan auditing. Banyak auditor menghadapi
masalah serius karena mereka melakukan hal-hal kecil yang tak satu pun tampak
mengandung kesalahan serius, namun ternyata hanya menumpuknya hingga menjadi
suatu kesalahan yang besar dan merupakan pelanggaran serius terhadap
kepercayaan yang diberikan.
Untuk itu pengetahuan akan
tanda-tanda peringatan adanya masalah etika akan memberikan peluang untuk
melindungi diri sendiri, dan pada saat yang sama, akan membangun suasana etis
di lingkungan kerja.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus Mulyana W. Kusuma
Kasus ini terjadi sekitar tahun
2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK
yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic
pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara,
amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan,
badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan
penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada
sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa
laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata
laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat
inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena
dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman
Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan
auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap
upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar
pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan
kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah
berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman
tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah
melanggar kode etik akuntan.
Etika
Dalam praktik hidup sehari-hari,
teoritisi di bidang etika menjelaskan bahwa dalam kenyataannya, ada dua
pendekatan mengenai etika ini, yaitu pendekatan deontological dan pendekatan
teleological. Pada pendekatan deontological, perhatian dan fokus perilaku dan
tindakan manusia lebih pada bagaimana orang melakukan usaha (ikhtiar) dengan
sebaik-baiknya dan mendasarkan pada nilai-nilai kebenaran untuk mencapai
tujuannya. Sebaliknya, pada pendekatan teleological, perhatian dan fokus
perilaku dan tindakan manusia lebih pada bagaimana mencapai tujuan dengan
sebaik-baiknya, dengan kurang memperhatikan apakah cara, teknik, ataupun
prosedur yang dilakukan benar atau salah. Dari teori etika, profesi pemeriksa
(auditor), apakah auditor keuangan publik seperti kasus keuangan KPU maupun
auditor keuangan swasta, seperti pada keuangan perusahaan-perusahaan, baik yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta maupun tidak, diatur dalam sebuah aturan yang
disebut sebagai kode etik profesi akuntan. Dalam kode etik profesi akuntan ini
diatur berbagai masalah, baik masalah prinsip yang harus melekat pada diri
auditor, maupun standar teknis pemeriksaan yang juga harus diikuti oleh
auditor, juga bagaimana ketiga pihak melakukan komunikasi atau interaksi.
Dinyatakan dalam kode etik yang berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor
harus menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas,
seperti bertanggungjawab (responsibilities), berintegritas (integrity),
bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga independensinya terhadap
kepentingan berbagai pihak (independence), dan hati-hati dalam menjalankan
profesi (due care). Dalam konteks kode etik profesi akuntan inilah, kasus
Mulyana W Kusumah bisa dianalisis, apakah tindakan mereka (ketiga pihak),
melanggar etika atau tidak.
Tindakan Auditor BPK
Dalam konteks kasus Mulyana W
Kusumah, kesimpulan yang bisa dinyatakan adalah bahwa tindakan kedua belah
pihak, pihak ketiga (auditor), maupun pihak penerima kerja, yaitu KPU,
sama-sama tidak etis. Tidak etis seorang auditor melakukan komunikasi kepada
pihak yang diperiksa atau pihak penerima kerja dengan mendasarkan pada imbalan
sejumlah uang sebagaimana terjadi pada kasus Mulyana W Kusumah, walaupun dengan
tujuan 'mulia', yaitu untuk mengungkapkan indikasi terjadinya korupsi di tubuh
KPU. Tujuan yang benar, etis, dan moralis, yakni untuk mengungkapkan
kemungkinan adanya kerugian yang diterima oleh pihak pemberi kerja.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang penulis
telah uraikan pada bab III, maka penulis dapat mengambil kesimpulan, bahwa
1. Terdapat tiga lembaga yang
terdapat pada kasus ini, yaitu KPU, BPK, dan KPK. Mulyana W Kusuma adalah
seorang anggota KPU diduga melakukan suap pada anggota BPK yakni Salman
Khairiansyah. Yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan
pengadaan logistic pemilu. Logistik yang dimaksud adalah kotak suara, amplop
suara, surat suara, tinta dan teknologi informasi. Pada setrlah dilakukan
pemeriksaan BPK meminta untuk disempurnakan lporan keuangan tersebut. saat akan
dilakukan pemeriksaan kembali ternyata masih belum rampungnya penyempurnaan
laporan tersebut.
Memang akan menimbulkan pro dan
kontra dikarenakan lembaga-lembaga tersebut adalah lembaga yang sudah sangat
dikenal di Indonesia. Karena dengan menjebak seperti itu dikatakan menyimpang
keetisan. Menurut pribadi lebih baik BPK langsung menolak saja dengan apa yang
ditawarkan oleh KPU, yang bertujuan untuk merahasiakan data-data laporan
keuangan. Dan lebih baik KPU untuk merampungkan laporan keuangannya untuk
diperiksa oleh BPK. Dan sampaikan apa yang sebenarnya terjadi pada BPK. Dengan
demikian tidak ada kecurangan-kecurangan (fraud) yang terjadi pada saat
pemeriksaan laporan keuangan. Dan tidak sampai KPK turun tangan untuk mengusut
kasus ini. Dan yang akan dipertaruhkan adalah repputasi dan juga profesi yang
sedang diduduki.
2. Analisis dan solusinya adalah;
Analisis:
Pada kasus Mulyana W Kusumah,
anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diduga melakukan tindakan usaha
penyuapan terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ada tiga pihak utama
yang terlibat dalam kasus ini yaitu:
1. Pihak pemberi
kerja berperan sebagai principal, dalam hal ini adalah rakyat Indonesia yang
direpresentasikan oleh pemerintah Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
2. Pihak
penerima kerja untuk menjalankan tugas berperan sebagai agen, dalam hal adalah
KPU
3. Pihak
independen, dalam hal ini adalah BPK sebagai auditor, yang perannya diharapkan
sebagai pihak independen, berintegritas, dan kredibel, untuk meyakinkan kepada
dua pihak sebelumnya, yaitu pemerintah dan DPR sebagai pemberi kerja, dan KPU
sebagai penerima kerja.
Dari teori etika. Profesi pemeriksa
(auditor), apakah auditor keuangan publik seperti kasus keuangan KPU maupun
auditor keuangan swasta, seperti pada keuangan perusahaan-perusahaan, baik yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta maupun tidak, diatur dalam sebuah aturan yang
disebut sebagai kode etik profesi akuntan.
Dalam kode etik profesi akuntan ini
diatur berbagai masalah, baik masalah prinsip yang harus melekat pada diri
auditor, maupun standar teknis pemeriksaan yang juga harus diikuti oleh
auditor, juga bagaimana ketiga pihak melakukan komunikasi atau interaksi.
Dinyatakan dalam kode etik yang berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor
harus menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas,
seperti bertanggungjawab (responsibilities), berintegritas (integrity),
bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga independensinya terhadap
kepentingan berbagai pihak (independence), dan hati-hati dalam menjalankan
profesi (due care). Dalam konteks kode etik profesi akuntan inilah, kasus
Mulyana W Kusumah bisa dianalisis, apakah tindakan mereka (ketiga pihak),
melanggar etika atau tidak.
Dalam konteks kasus Mulyana W
Kusumah, kesimpulan yang bisa dinyatakan adalah bahwa tindakan kedua belah
pihak, pihak ketiga (auditor), maupun pihak penerima kerja, yaitu KPU,
sama-sama tidak etis. Tidak etis seorang auditor melakukan komunikasi kepada
pihak yang diperiksa atau pihak penerima kerja dengan mendasarkan pada imbalan
sejumlah uang sebagaimana terjadi pada kasus Mulyana W Kusumah, walaupun dengan
tujuan ‘mulia’, yaitu untuk mengungkapkan indikasi terjadinya korupsi di tubuh
KPU.
Dari sudut pandang etika profesi,
auditor tampak tidak bertanggungjawab, yaitu dengan menggunakan jebakan imbalan
uang untuk menjalankan profesinya. Auditor juga tidak punya integritas ketika
dalam benaknya sudah ada pemihakan pada salah satu pihak, yaitu pemberi kerja
dengan berkesimpulan bahwa telah terjadi korupsi. Dari sisi independensi dan
objektivitas, auditor BPK sangat pantas diragukan. Berdasar pada prinsip
hati-hati, auditor BPK telah secara serampangan menjalankan profesinya.
Sebagai seorang auditor BPK seharusnya
yang dilakukan adalah bahwa dengan standar teknik dan prosedur pemeriksaan,
auditor BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan benar mengungkapkan
bagaimana aliran dana tersebut masuk ke KPU dan bagaimana dana tersebut
dikeluarkan atau dibelanjakan. Dengan teknik dan prosedur yang juga telah
diatur dalam profesi akuntan, pasti akan terungkap hal-hal negatif, termasuk
dugaan korupsi kalau memang terjadi. Tampak
sekali bahwa auditor BPK tidak percaya terhadap kemampuan profesionalnya, sehingga
dia menganggap untuk mengungkap kebenaran bisa dilakukan segala macam cara,
termasuk cara-cara tidak etis, sekaligus tidak moralis sebagaimana telah
terjadi, yaitu dengan jebakan.Dalam kasus ini kembali lagi kepada tanggung
jawab moral seorang auditor di seluruh Indonesia, termasuk dari BPK harus sadar
dan mempunyai kemampuan teknis bahwa betapa berat memegang amanah dari rakyat
untuk meyakinkan bahwa dana atau uang dari rakyat yang dikelola berbagai pihak
telah digunakan sebagaimana mestinya secara benar, akuntabel, dan transparan,
maka semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi di negeri ini.
Solusi:
Seharusnya setiap Akuntan Publik dan
KAP harus tau kewajiban-kewajibannya seperti:
1. Bebas dari
kecurangan (fraud), ketidakjujuran dan kelalaian serta menggunakan kemahiran
jabatannya (due professional care) dalam menjalankan tugas profesinya.
2. Menjaga
kerahasiaan informasi / data yang diperoleh dan tidak dibenarkan memberikan
informasi rahasia tersebut kepada yang tidak berhak. Pembocoran rahasia data /
informasi klien kepada pihak ketiga secara sepihak merupakan tindakan tercela.
3. Menjalankan
PSPM04-2008 tentang Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Pengendalian
Mutu (SPM) 2008 yang telah ditetapkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan
Publik (DSPAP) Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), terutama SPM Seksi 100
tentang Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (SPM-KAP).
4. Mempunyai
staf / tenaga auditor yang profesional dan memiliki pengalaman yang cukup. Para
auditor tersebut harus mengikuti Pendidikan Profesi berkelanjutan (Continuing
Profesion education) sebagai upaya untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam bidang audit dan proses bisnis (business process). Dalam
rangka peningkatan kapabilitas auditor, organisasi profesi mensyaratkan
pencapaian poin (SKP) tertentu dalam kurun / periode waktu tertentu. Hal ini
menjadi penting, karena auditor harus senantiasa mengikuti perkembangan bisnis
dan profesi audit secara terus menerus.
5. Memiliki
Kertas Kerja Audit (KKA) dan mendokumentasikannya dengan baik. KKA tersebut
merupakan perwujudan dari langkah-langkah audit yang telah dilakukan oleh
auditor dan sekaligus berfungsi sebagai pendukung (supporting) dari
temuan-temuan audit (audit evidence) dan opini laporan audit (audit report).
KKA sewaktu-waktu juga diperlukan dalam pembuktian suatu kasus di sidang
pengadilan.
Selain itu para Akuntan Publik dan
KAP harus mengetahui larangan-larangan seperti:
A. Larangan Akuntan
Publik
1. Dilarang
memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan (general audit) untuk klien
yang sama berturut-turut untuk kurun waktu lebih dari 3 tahun. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kolusi antara Akuntan Publik dengan klien
yang merugikan pihak lain.
2. Apabila
Akuntan Publik tidak dapat bertindak independen terhadap pemberi penugasan
(klien), maka dilarang untuk memberikan jasa.
3. Akuntan
Publik juga dilarang merangkap jabatan yang tidak diperbolehkan oleh ketentuan
perundang-undangan / organisasi profesi seperti sebagai pejabat negara,
pimpinan atau pegawai pada instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau swasta, atau badan hukum lainnya,
kecuali yang diperbolehkan seperti jabatan sebagai dosen perguruan tinggi yang
tidak menduduki jabatan struktural dan atau komisaris atau komite yang
bertanggung jawab kepada komisaris atau pimpinan usaha konsultansi manajemen.
B. Larangan KAP
1. Memberikan jasa kepada
suatu pihak, apabila KAP tidak dapat bertindak independen.
2. Memberikan jasa audit umum
(general audit) atas laporan keuangan untuk klien yang sama berturut-turut
untuk kurun waktu lebih dari 5 (lima) tahun.
3. Memberikan jasa yang tidak
berkaitan dengan akuntansi, keuangan dan manajemen.
4. Mempekerjakan atau
menggunakan jasa Pihak Terasosiasi yang menolak atau tidak bersedia memberikan
keterangan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan terhadap Akuntan Publik dan
KAP.
Jadi setelah para akuntan publik dan
KAP mengetahui kewajiban dan larang-larangnya harus bisa membedakan mana
sesuatu yang benar dan tidak. Belajar dari kasus Mulyana W Kusumah, tampaknya
rakyat Indonesia masih harus menunggu dalam waktu yang cukup lama untuk
memperoleh pemerintahan yang kredibel, akuntabel, dan transparan, sehingga
tidak terjadi kecurangan atau korupsi. Mengapa demikian, sebab untuk menjadi
pemerintahan yang bersih, akuntabel, transparan, banyak hal yang harus
dipelajari, dipahami, dan dilaksanakan, dan semua ini butuh waktu dan
melibatkan berbagai pihak dengan berbagai kepentingan. Seandainya saja,
pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan dan DPR sebagai pemberi kerja dan
penyalur dana mempunyai kemampuan teknis bagaimana meyakinkan bahwa dana yang
disalurkan telah dikelola dengan benar, transparan, dan akuntabel oleh penerima
kerja, maka pencegahan korupsi bisa dijalankan.
Seandainya saja penerima kerja sadar
dan mempunyai kemampuan teknis bahwa dana yang diterima atau disalurkan
pemerintah merupakan dana dari rakyat dan karenanya harus dikelola dan
dipertanggungjawabkan dengan benar, transparan dan akuntabel, maka korupsi bisa
dikurangi secara sistematis.Andaikan saja auditor di seluruh Indonesia,
termasuk dari BPK harus sadar dan mempunyai kemampuan teknis bahwa betapa berat
memegang amanah dari rakyat untuk meyakinkan bahwa dana atau uang dari rakyat
yang dikelola berbagai pihak telah digunakan sebagaimana mestinya secara benar,
akuntabel, dan transparan, maka semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi
di negeri ini.